Kamis, 26 November 2015

KGPAA Mangkunagara VII


Mangkunegoro VII merupakan anak dari Mangkunegoro V. Ia merupakan anak yang ketujuh dan putera yang ketiga. Ia lahir pada tanggal 12 November 1885, yang menurut hitungan Jawa jatuh pada hari Kamis Wage, tanggal 3 Sapar tahun Dal 1815. Mangkunegoro VII memiliki nama kecil B.R.M. Soeparto. Sewaktu kecil Soeparto telah diangkat putera oleh pamannya, yakni R.M. Soenito. Ia sangat dimanja dan disayangi oleh pamannya yang belum memiliki keturunan. Soeparto hanya memiliki satu adik kandung yang bernama R.A. Soeparti. RM. Soeparto memutuskan akan meninggalkan Mangkunegaran dan mencari pengalaman di luar. RM. Soeparto magang pekerjaan di Kabupaten Demak, kemudian dalam waktu yang tidak lama beliau diangkat menjadi Mantri (1905). Sambil bekerja sebagai Mantri RM. Soeparto sempat memperdalam pengetahuan, menekuni belajar bahasa Belanda dan Sastra Jawa. Pada suatu ketika terjadi perselisihan paham dengan Bupati Demak maka RM. Soeparto mengundurkan diri dari perkerjaan Mantri.

RM. Soeparto merasakan penderitaan dan merasakan tekanan dalam hidupnya, oleh karena itu beliau menjelajahi Pulau  Jawa dengan berjalan kaki dan kadang-kadang naik kereta api. Dengan pengalaman dari perjalanan yang dilakukannya, mulai menimbulkan kepekaan terhadap lingkungan sosial yang akan mempengaruhi pandangannya dikemudian hari. Soeparto kemudian mendapatkan kesempatan untuk bersekolah lagi di Belanda dengan biaya sendiri dari hasil yang ditabungnya. Sesuai dengan cita-citanya, Suryo Suparto kemudian belajar sastra di Fakultas Kesusastraan Timur di Universitas Leiden. Tapi beliau gagal mendapatkan gelar sarjana, namunkini Suparto bertambah ilmunya, luas wawasannya, dan pengalamannya. Di Belanda RM. Soeparto berkesempatan untuk masuk dinas cadangan militer pada tahun 1915. keberhasilan Suparto pada bidang militer yangberhasil meraih pangkat Letnan Dua di Belanda. Program wajib militer kemudian dikembangkan agar diterima Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian sampai terbentuknya Parlemen.

RM. Soeparto juga ikut dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Ia bergabung dengan perkumpulan yang ingin memperjuangkan kemerdekaan melalui pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan, yakni Budi Utomo. Pendapatnya dan pemikirannya untuk mendukung dan mempropagandakan Budi Utomo di Surakarta selalu dituangkan dalam tulisan pada surat kabar Dharmo Kondo, sehingga ia dikenal sebagai propagandis pergerakan bangsa yang patut dipuji. KGPAA. Mangkunegara VII mulai tahun 1923 sd 1945 menjadi Pelindung OL MIJ. Boemi Poetera, sebuah perusahaan asuransi milik rakyat Indonesia yang didirikan oleh para Guru tahun 1912 di Kota Magelang jawa tengah.

Pengangkatan KGPAA. Mangkunegara VII menjadi pelindung OL. MIj. Boemi Poetera membuktikan bahwa terdapat  hubungan yang sangat dekat antara beliau dengan AJB Bumiputera 1912. Hubungan tersebut terjadi karena keterikatannya dengan Pergerakan Nasional  Indonesia  serta perjalanan OL Mij. PGHB dan perjalanan perjuangan AJB Bumiputera 1912.  KGPAA. Mangkunegara VII  sebelum dinobatkan sebagai  Raja, pernah menjabat sebagai  Ketua Pengurus Besar Boedi Oetomo pada tahun 1915 – 1916 dengan Sekretari I  Pengurus Besar Boedi Oetomo masih dijabat oleh RW Dwijosewojo yang merupakan pendiri AJB Bumiputera 1912.

Ia mulai mempunyai cita-cita agar Praja Mangkunegaran, walaupun hanya merupakan sebuah kerajaan kecil di bawah Pemerintahan Hindia Belanda, namun bisa memiliki keunggulan-keunggulan yang dapat membawa nama baik Praja Mangkunegaran di seluruh daerah kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Cita-cita ini kemudian diwujudkan oleh RM. Soeparto, setelah ia naik tahta menjadi Mangkunegoro VII.

Setelah beliau berusia 40 tahun RM. Soeparto menyandang gelar Mangkunegoro VII. Satu tahun setelah penobatan pada tanggal 21 Februari 1917 Mangkunegoro VII menyampaikan pidato yang tertuju kepada keluarga Mangkunegaran, para prajurit, nara Praja, dan orang-orang Belanda yang bertugas di Mangkunegaran. Bunyi pidato antara lain: “terlebih dahulu aku harus memikirkan kehidupan rakyat kecil yang sejak dahulu sampai sekarang membuat Mangkunegaran menjadi kaya dengan Perusahaan – Perusahaan yang sangat maju, padahal selama hidupnya selalu sengsara, hasil bumi sangat kurang karena kekurangan air. Penghidupan para buruh sangat menyedihkan, rumahnya sangat jelek dan sangat tidak pantas, mereka tidak mendapatkan pendidikan dan pelayanan yang baik, yang membina pun tidak ada. Oleh karena itu aku harus mengusahakan kesejahteraan rakyat kecil. Engkau semua harus gotong royong membantu dengan sungguh-sungguh memperbesar semangat agar Mangkunegaran bertambah sejahtera serta kehidupan rakyat kecil dapat enak dan tentaram hatinya, tidak harus lebih daripada itu. Engkau semua harus berusaha sampai titik darah penghabisan agar perasaanmu meningkat dapat mandiri, mempunyai inisiatif untuk kepentingan orang banyak dan tahu kewajiban serta berusaha meningkatkan keadilan serta ketentraman bagi rakyat kecil”. Contoh, pedagang oprokan atau barang bekas yang tidak mempunyai tempat, akhirnya dibuatkan Pasar Triwindu. Selanjutnya untuk kebutuhan rekreasi, masyarakat dimanja dengan Taman Balekambang, Taman Tirtonadi dan Minapadi yang sohor keindahannya itu.

Beliau tidak terlalu memegang teguh kebudayaan, sehingga penghalusan yang ditujunya bersifat feminin. Sebagai raja yang modern, dia berusaha keras menjunjung derajat bangsanya dan memajukan kebudayaan Jawa. Menjadi raja pelindung dan ahli dalam musik Jawa, olahragawan, raja yang memajukan drama dan arsitektur. Mangkunegara VII juga memperkenalkan mode pakaian jas paduan dari busana Jawa dan Eropa, hingga menjadi trend pakaian yang dipakai oleh para tokoh pergerakan saat melakukan pertemuan. Selain itu, Mangkunegara VII juga memprakarsai berdirinya Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1 April 1933 sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda. SRV mempunyai peralatan yang canggih sehingga memiliki jangkauan luas hingga Belanda dan SRV akan menjadi bibit tumbuhnya Radio Republik Indonesia (RRI).

Referensi:
1.   Suwaji Bastomi (1996). Karya budaya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara I-VIII, IKIP Semarang Press.
2.       Buku Bumiputera 1912 menyongsong Abad 21, AJB Bumiputera 1912 jakarta, 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar