Rabu, 02 Desember 2015

Pendiri AJB Bumiputera 1912 Bpk. M. Ng, Dwidjosewojo





M, Ng Dwidjosewojo dilahirkan pata tanggal 5 Juni 1867 di Gombong Jawa Tengah.  Oleh ayahnya Mas Kartodiwirjo, dia diberi nama Mas Achmad. Ayahnya adalah Mantri Teekenaar, dan menurut catatan terakhir bekerja di Ponorogo Jawa Timur.
Pendidikan tertinggi yang diselesaikan adalah Kweekschool (sekolah Pendidikan Guru), mula mula di magelang, karena sekolah ini ditutup, maka ia bersama kawan kawannya dipindahklan di Probolinggo Jawa Timur dan tamat pada ranggal  5 April 1886 pada usia 19 tahun. Pada tahun 1917, ia memperdalam pengetahuan bahasa belanda di bawah pimpinan seorang guru belanda bernama G.A.R van Maanen, dan dinyatakan lulus dengan nilai tertinggi pada pelajaran “spraakkunst” (berbicara lisan). Waktu itu ia telah berusia 50 tahun.

Riwayat Pekerjaan sebagai guru.

Oktober 1886  : Diangkat menjadi guru bantu SD di Ngawi
Juni 1887         : Guru SD di Ponorogo
Maret 1891      : Guru bantu SD Sri Menganti di Yogyakarta
April 1894       : Menjadi Guru SD Sri Menganti Yogyakarta
Maret 1897      : Pindah guru SD di Purwokerto
Juni 1898         : Menjadi Guru Kepala pada SD kelas satu di Purwokerto (SD kelas satu diajarkan
  bahasa belanda)
Oktober 1904  : Diangkat menjadi guru bahasa Jawa pada Kweeekschool Yogyakarta
Januari 1919    : Dipensiunkan dari guru Bahasa Jawa pada Kweekschool Yogyakarta pada usia
  52 tahun, setelah dinas selama 33 tahun

Pada tahun 1911 ditugaskan oleh pemerintah untuk mengajar seorang bernama W. Bartley, pegawai Cadet Service dari Strait Setlements untuk pelajaran bahasa Jawa.

Pada akhir tahun 1911, Dwidjosewojo bersama sama tokoh-tokoh guru Bumiputera mendirikan Perserikatan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB), diantaranya adalah: MKH Soebroto, M Adimidjojo, R Soepadmo dan M. Darmowidjojo.

Pada tahun 1918 ditugaskan untuk menjadi anggota Komisi Pengawas di Sekolah Teknik (Ambachschool) di Yogyakarta.


Aktivitas dalam Pergerakan Nasional

Dalam bulan Agustus 1908, bersama dengan M Djoko Saroso, mendirikan Budi Utomo cabang Yogyakarta II, kemungkinan dengan jabatan Sekretaris Pengurus Cabang. Pada Saat itu sudah berdiri Budi Utimo Cabang Yogyakarta I yang diketuai oleh Dr Wahidin Soedirohoesodo.
Menjelang Konggres I Budi Utomo, Dwidjosewojo duduk dalam Panitia Penyelenggara Konggres sebagai Sekretaris I Panitia yang diketuai oleh Dr Wahidin Soedirohoesodo. Susunan lengkap panitia tersebut adalah:

Ketua              : Dr. Wahidin Soedirohoesodo
Wakil               : R.M. Pandji Brotoatmodjo
Sekretaris I      : M.Ng Dwidjosewojo
Sekretaris  II   : R. Sosrosoegondo
Bendahara       : Pangeran Noto Dirodjo,

Dalam Konggres pertama Budi Utomo yang diselenggarakan pada tanggal 3 sd 5 Oktober 1908, Dwidjosewojo terpilih menjadi Sekretari I Pengurus Besar Budi Utomo yang susunan selengkapnya sebagai berikut:

Pengurus Besar Budi Utomo
Hasil Konggres I 3-5 Oktober 1908
Di Yogyakarta

Ketua              : Kg R.T. A Tirtokoesoemo
Wakil ketua     : Dr. Wahidin Soedirohoesodo
Sekretaris I      : M. Ng.  Dwidjosewojo
Sekretaris II    : R. Sosrosoegondo
Bendahara       : R.P.M. Gondoatmodjo
Komisaris        : 1. R.M.O. Gondosoemarjo
                          2. R. Djojosoebroto
                          3. Kg.R.T.T Koesoemo Oetojo
                          4. Kg.R.T. Danoesoegondo


Pada tahun 1915 Dwidjosewojo menghadiri ceramah Kapten Dinger (KNIL) tentang perlunya angkatan milisi bagi kaum Bumiputera. Caramah ini menarik perhatian Dwidjosewojo, dan kemudian menjadi sikap politik resmi Budi Utomo, sekalipun bertolak dari sudut pandangan pendidikan rakyat. Dari peristiwa ini ternyatalah bahwa pengaruh Dwidjosewojo di kalangan Budi Utomo cukup besar.

Untuk memberikan penerangan atas masalah milisi bagi kaum bumiputera tersebut, Budi Utomo mengutus Dwidjosewojo dan Sastrowidjono untuk berkeliling jawa guna menggalang dukungan dari daerah daerah. (perlu dicatat juga bahwa Sastrowidjono adalah salah seorang Komisaris Bumiputera 1912 dari tahun 1915 sampai tahun 1925)

Pada akhir tahun 1916, Dwidjosewojo melawat ke negeri Belanda sebagai anggota Delegasi pertahanan Hindia Belanda (Deputatie Indie Weebar), dalam kaitannya dengan usulan milisi bagi kaum bumiputera yang telah menjadi sikap politik resmi Budi Utomo.

Susunan lengkap delegasi tersebut adalah:
Kepala delegasi           : D Van Hinloopen Labberton, Direktur Himpunan Theosofi, Swasta.
Anggota Delegasi       : 1. Pangeran Ario Koesoemodiningrat, Mewakili Swapraja (Kerajaan)
      Yogyakarta
                                      2. RT. Danoesoegondo, mewakili Perhimpunan Bupati
                                      3. M. Ng Dwidjosewojo, Mewakili Budi Utomo
                                      4. Abdul Moeis, Mewakili Central Sarekat Islam
                                      5. Laoh
                                      6. Kapten Rhemrev

Dwidjosewojo yang berada di negeri Belanda selama enam bulan (januari – Juni 1917) dan melakukan berbagai kegiatan di samping sebagai anggota delegasi pertahanan Hindia Belanda. Di antara kegiatan kegiatan itu adalah menemui Menteri jajahan Hindia Belanda untuk membahas usulan:
-          Masalah milisi bagi kaum bumiputera
-          Perlunya segera diadakan Dewan Perwakilan Rakyat (Parlemen)
-          Peningkatan pendidikan bagi kaum Bumiputera

Dari tiga usulan itu, justru masalah Pembentukan Perwakilan Rakyat memperolih perhatian utama dari Menteri Jajahan Hindia Belanda. Usulan ini kemudian diwujudkan dengan pembetukan Volksraad (Dewan Rakyat) pada tahun 1918. Dengan terbentuknya Volksraad (Dewan Rakyat) pada tahun 1918 itu, Dwidjosewojo diangkat menjadi anggota yang ditunjuk (gedelegeerd lid) dan duduk dalam college van gedelegeerden, semacam komite tetap, yang secara terus menerus melakukan tugas sepanjang tahun, juga di luar masa persidangan. Ia menduduki keanggotaan Volksraad itu sampai dengan tahun 1931, pada saat itu ia mencapai usia 64 tahun.


Kegiatan di Bumiputera 1912

Pada tahun 1912, bersama sama pengurus PGHB mengambil inisiatif untuk mendirikan perusahaan asuransi jiwa bagi anggota anggota PGHB, yang disetujui secara aklamasi dalam konggres PGHB di Magelang  pada tanggal 12 Februari 1912.

Dalam konggres tersebut dibentuk pengurus O.L. Mij PGHB, dan dia terpilih menjadi Komisaris. Jabatan ini dipegangnya sampai tahun 1924. Dari tahun 1925 sampai tahun 1943 ia adalah Presiden Komisaris dan wafat dalam jabatan aktif pada usia 76 tahun di Yogyakarta.

Jabatan lain di lingkungan Bumiputera 1912 adalah Direktur PT Pertanian Bumiputera, sebuah anak perusahaan di bidang pertanian dan penggilingan padi di daerah Banyumas. Jabatan ini dipegang antara tahun 1938 sampai 1941.

Dwidjosewojo adalah satu satunya pendiri Bumiputera 1912 yang terus menerus aktif di perusahaan sampai wafatya. Ia dimakamkan di Gambiran  Yogyakarta.

Beberapa Aspek Sosial Dwidjosewojo

Dwidjosewojo yang diberi nama kecil Mas Achmad oleh orang tuanya pada saat mencapai usia dewasa dan mulai bekerja, sesuai adat kebiasaan yang berlaku bagi masyarakat jawa, ia mengganti namanya menjadi Dwidjosewojo.

Dengan keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda tanggal 19 Juni 1895, pada usia 28 tahun, ia memperoleh gelar Mas Ngabehi ( M.Ng).  Gelar ini kemudian berubah menjadi Raden Wedono (R.W.) pada tahun 1919, setelah ia menjadi Sekretaris Kasultanan Yogyakarta atas titah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Hanom Hamengkubuwono No 14 tanggal 26 Juli 1919.

Sebagai  seorang tokoh pergerakan nasional dari Budi Utomo yang dikenal moderat itu, pergaulan Dwidjosewojo umumnya juga sangat dekat dengan tokoh tokoh Budi Utomo lainnya terutama Dr. Soetomo, R. Sastrowidjono yang juga anggota Volksraad mewakili Budi Utomo, R.M.A Soerjo Soeparto yang kemudian menjadi Mangkunegoro VII.

Ketokohannya yang menonjol di Budi Utomo dan didukung dengan kefasihannya berbicara bahasa Belanda (mungkin juga bahasa Inggris) ia tidak saja dikenal oleh kalangan elit yang luas pada jamannya, tetapi juga aktif sebagai tokoh masyarakat di berbagai kegiatan, terutama yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran kaum Bumiputera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar