Selasa, 15 Desember 2015

R. Sastrowidjono & M. Ng. Dwidjosewojo (Ol. Mij. Boemi Poetera) Anggota Volksraad th 1918


Sejarah Terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau sering disebut Dewan Perwakilan Rakyat (disingkat DPR-RI atau DPR) adalah salah satu lembaga tinggi Negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyat.

Sekilas sejarah DPR-RI dapat dilihat dalam beberapa periode penting yaitu:

a. Volksraad (1918-1942)

Pada masa penjajahan Belanda, terdapat lembaga semacam parlemen bentukan Penjajah Belanda yang dinamakan Volksraad.. Dibentuknya lembaga ini merupakan dampak gerakan nasional serta perubahan yang mendasar di seluruh dunia dengan selesainya Perang Dunia I (1914-1918).
Tanggal 16 Desember 1916 diumumkan Volksraad  (Ind. Stb. No. 114 Tahun 1917) berlaku pada tangal 1 Agustus 1917 memuat hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan legislatif, yaitu Volksraad (Dewan Rakyat). Pada tahun 1918 Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum atas nama pemerintah penjajah Belanda membentuk dan melantik Volksraad (Dewan Rakyat).
Volksraad sebagai sebuah lembaga dalam konteks Indonesia sebagai wilayah jajahan. Pada saat itu memang hanya merupakan basa basi politik pemerintahan kolonial. Lewat pemilihan yang bertingkat  tingkat dan berbelit, komposisi tidak begitu simpatik.
Pengisian Jabatan dan Komposisi
Pemilihan orang untuk mengisi jabatan Volksraad diawali dengan pembentukan berbagai “Dewan Kabupaten” dan “Haminte Kota”, di mana setiap 500 orang Indonesia berhak memilih “Wali Pemilih” (Keesman). Kemudian Wali Pemilih inilah yang berhak memilih sebagian anggota Dewan Kabupaten.

Anggota Volksraad pada tahun 1918 : D. Birnie (ditunjuk), Kan Hok Hoei (ditunjuk), R. Sastro Widjono (dipilih) dan  Mas Ngabehi Dwidjo Sewojo (ditunjuk)

Kemudian setiap provinsi mempunyai “Dewan Provinsi”, yang sebagian anggotanya dipilih oleh Dewan Kabupaten dan Haminte Kota di wilayah provinsi tersebut. Sebagian besar anggota Dewan Provinsi yang umumnya dari bangsa Belanda, diangkat oleh Gubenur Jenderal.
Susunan dan komposisi Volksraad yang pertama (1918) beranggotakan 39 orang termasuk ketua, dengan perimbangan:
  1. Jumlah 39 anggota Volksraad, orang Indonesia Asli melalui “Wali Pemilih” dari “Dewan Provinsi” berjumlah 15 anggota (10 orang dipilih oleh “Wali Pemilih” dan 5 orang diangkat oleh Gubernur Jenderal)
  2. Jumlah terbesar, atau 23 orang, anggota Volksraad mewakili golongan Eropa dan golongan Timur Asing, melalui pemilihan dan pengangkatan oleh Gubernur Jenderal (9 orang dipilih dan 14 orang diangkat).
  3. Adapun orang yang menjabat sebagai ketua Volksraad bukan dipilih oleh dan dari anggota Volksraad sendiri, melainkan diangkat oleh mahkota Nederland.

Tugas Volksraad

Volksraad lebih mengutamakan memberi nasihat kepada Gubernur Jenderal daripada “menyuarakan” kehendak masyarakat. Karena itu, Volksraad sama sekali tidak memuaskan bagi bangsa Indonesia. Bahkan, “parlemen gadungan” ini juga tidak mempunyai hak angket dan hak menentukan anggaran belanja negara sehingga tidak mempunyai kekuasaan seperti parlemen pada umumnya.

Sesuai dengan perkembangan politik di Indonesia, perubahan sedikit demi sedikit terjadi di lembaga ini. Perubahan yang signifikan terjadi pada saat aturan pokok kolonial Belanda di Indonesia, yaitu RR (Regeling Reglement, 1854) menjadi IS (Indische Staatsregeling). Perubahan ini membawa pengaruh pada komposisi dan tugas-tugas Volksraad.

Perubahan sistem pemilihan anggota terjadi sejak 1931. Sebelumnya, semua anggota Volksraad yang dipilih melalui satu badan pemilihan bulat, dipecah menjadi tiga badan pemilihan menurut golongan penduduk yang harus dipilih. Selain itu, diadakan pula sistem pembagian dalam dua belas daerah pemilihan bagi pemilihan anggota warga negara (kaula) Indonesia asli.

Berbagai tuntutan dari kalangan Indonesia asli semakin bermunculan agar mereka lebih terwakili. Sampai 1936, komposisi keanggotaan menjadi:
  • 8 orang mewakili I.E.V. (Indo Eurupeesch Verbond)
  • 5 orang mewakili P.P.B.B.
  •  4 orang mewakili P.E.B. (Politiek Economische Bond)
  • 4 orang V.C. (Vederlandisch Club)
  • 3 orang mewakili Parindra
  • 2 orang mewakili C.S.P (Christelijk Staatkundige Partj)
  • 2 orang mewakili Chung Hwa Hui (Kelompok Cina)
  • 2 orang mewakili IKP (Indisch Katholieke Partj)
  • 4 orang mewakili golongan Pasundan, VAIB (vereeniging Ambtenaren Inl. Bestuur), partai Tionghoa Indonesia
  • 5 orang mewakili berbagai organisasi yang setiap organisasi mendapat satu kursi    yaitu organisasi sebagai berikut: 1 (Persatuan Minahasa); 1 (Persatuan    Perhimpunan katoliek di Jawa), 1 (persatuan kaum Kristen), 1 (Perhimpunan    Belanda); 1 (Organisasi Wanita I.E.V)

Muncul beberapa usul anggota untuk mengubah susunan dan pengangkatan Volksraad ini agar dapat dijadikan tahap menuju Indonesia merdeka, namun selalu ditolak. Salah satunya adalah “Petisi Sutardjo” pada tahun 1935 yang berisi “permohonan kepada Pemerintah Belanda agar diadakan pembicaraan bersama antara Indonesia dan Berlanda dalam suatu perundingan mengenai nasib Indonesia di masa yang akan datang”, atau Gerakan Indonesia Berparlemen dari Gabungan Politik Indonesia. Petisi ini juga ditolak pemerintah kolonial Belanda.

Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan. Kaum nasionalis moderat, seperti Mohammad Husni Thamrin, menggunakan Volksraad sebagai jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka melalui jalan parlemen. (Ss/Pn)

b. Masa Perjuangan Kemerdekaan

Pada tahun 1935 kaum Nasionalis moderat antara lain Mohammad Husni Thamrin, menggunakan Volksraad sebagai jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka melalui jalan Parlemen. Usulan dari anggota seperti Sutardjo yang saat itu sebagai Ketua Persatuan Pegawai Bestuur/pamongpraja Bumiputra (PPBB) mengusulkan permohonan agar diadakan musyawarah (konferensi) antara wakil-wakil Indonesia dan negara Belanda (Nederland) yang anggota-anggotanya mempunyai hak sama dan sederajat.

Pemerintah Belanda menolak usul berupa Petisi Sutardjo (1936), dan juga menolak uluran tangan GAPI (Gabungan Politik Indonesia). GAPI yang didirikan pada tanggal 21 Mei 1939 oleh Muhammad Husni Thamrin, Mr. Amir Syariffudin, dan AbikusnoTjokrosuyoso dengan slogan “Indonesia Berparlemen”(1939).

Pada tahun 1941 pada awal perang Dunia II Anggota-anggota Volksraad mengusulkan dibentuknya milisi pribumi untuk membantu Pemerintah menghadapi musuh dari luar, usul ini ditolak oleh kaum Nasionalis moderat.

Tentara Jepang di Indonesia

Tanggal 11 Januari 1942 Tentara Jepang pertama kali menginjak bumi Indonesia yaitu mendarat di Tarakan (kalimantanTimur). Hindia Belanda tidak mampu melawan dan menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, dan Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi.

Pada tahun 1943 dibentukTjuoSangi-in, sebuah badan perwakilan yang hanya bertugas menjawab pertanyaan Saiko Sikikan, penguasa militer tertinggi, mengenai hal-hal yang menyangkut usaha memenangkan perang Asia Timur Raya.

Salah Satu Gerakan Rakyat Bentukan Jepang

Rakyat Indonesia pada awalnya gembira menyambut tentara Dai Nippon (Jepang), yang dianggap sebagai saudara tua yang membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Namun pemerintah militer Jepang tidak berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda. Semua kegiatan politik dilarang. Pemimpin-pemimpin yang bersedia bekerjasama, berusaha menggunakan gerakan rakyat bentukan Jepang, seperti Tiga-A (Nippon cahaya Asia, Pelindung Asia, dan Pemimpin Asia) atau PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), untuk membangunkan rakyat dan menanamkan cita-cita kemerdekaan dibalik punggung pemerintah militer Jepang.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang dibom atom oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang. Dengan demikian Jepang akan kalah dalam waktu singkat, sehingga Proklamasi harus segera dilaksanakan.

Proklamasi an. Bangsa Indonesia

Pada tanggal 16 Agustus 1945 tokoh-tokoh pemuda bersepakat menjauhkan Sukarno-Hatta keluar kota (RengasdengklokKrawang) dengan tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang yang berkedok menjanjikan kemerdekaan, dan didesak Sukarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah berunding selama satu malam di rumah Laksamana Maeda, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia membacakan Proklamasi Kemerdekaan di halaman rumahnya Pengangsaan Timur 56, Jakarta. (Ss/Pn) (Photo Istimewa).

c. Periode KNIP

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau (sering disingkat dengan KNIP) KNIP yang beranggotakan 137 orang dan di lantik di gedung kesenian Jakarta Pusat ini diakui sebagai cikal bakal badan Legislatif di Indonesia, dan tanggal pembentukan KNIP yaitu pada tanggal 29 Agustus 1945 diresmikan sebagai hari jadi DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kita kenal sebagai Undang-undang Dasar 1945. Maka mulai saat ini, penyelenggara negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-undang Dasar 1945.

Berhubung dengan keadaan dalam negeri yang genting, pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan oleh satu Badan Pekerja, yang keanggotaannya dipilih dikalangan anggota, dan bertanggung jawab kepada KNIP. Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) dibentuk tanggal 16 Oktober 1945 yang diketuai oleh Sutan Sjahrir dan Sekretaris Soepeno dengan beranggotakan 28 orang Para anggota BP-KNIP tercatat antara lain: Sutan Syahrir, Mohamad Natsir, Soepeno, Mr. Assaat Datuk Mudo, dr. Abdul Halim, Tan Leng Djie, Soegondo Djojopoespito, Soebadio Sastrosatomo, Soesilowati, Rangkayo Rasuna Said, Adam Malik, Soekarni, Sarmidi Mangunsarkoro, Ir. Tandiono Manoe, Nyoto, Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo, Abdoel Moethalib Sangadji, Hoetomo Soepardan, Mr. A.M. Tamboenan, Mr. I Gusti Pudja, Mr. Lukman Hakim, Manai Sophiaan, Tadjudin Sutan Makmur, Mr. Mohamad Daljono, Sekarmadji Kartosoewirjo, Mr. Prawoto Mangkusasmito, Sahjar Tedjasoekmana, I.J. Kasimo, Mr. Kasman Singodimedjo, Maruto Nitimihardja, Mr. Abdoel Hakim, Hamdani, dll.

KNIP sebagai MPR sempat bersidang sebanyak enam kali. Dalam melakukan kerja DPR, dibentuk Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Badan Pekerja tersebut berhasil menyetujui 133 RUU, di samping pengajuan mosi, resolusi, usul dan lain-lain.

Pada tahun 1945 dalam Sidang KNIP yang pertama telah menyusun pimpinan sebagai berikut :
a.       Ketua KNIP, Mr. Kasman Singodimedjo
b.      Wakil Ketua KNIP, Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
c.       Wakil Ketua II KNIP, Mr. J. Latuharhary
d.      Wakil Ketua III KNIP, Mr. Adam Malik

Pada tanggal 10 Nopember 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang menimbulkan banyak korban di pihak bangsa Indonesia. Sehubungan dengan itu KNIP dalam Sidang Pleno ke-3 tanggal 27 Nopember 1945 mengeluarkan resolusi yang menyatakan protes yang sekeras-kerasnya kepada Pucuk Pimpinan Tentara Inggris di Indonesia atas penyerangan Angkatan Laut, Darat dan Udara atas rakyat dan daerah-daerah di Indonesia. Dalam masa awal ini KNIP telah mengadakan sidang di Kota Solo pada tahun 1946, di Malang pada tahun 1947, dan Yogyakarta tahun 1949.

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan serentak di medan-perang dan di meja perundingan. Dinamika revolusi ini juga dicerminkan dalam sidang-sidang KNIP, antara pendukung pemerintah dan golongan keras yang menentang perundingan. Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda telah dua kali menandatangani perjanjian, yaitu Linggarjati dan Renville. Tetapi semua persetujuan itu dilanggar oleh Belanda, dengan melancarkan agresi militer ke daerah Republik.

Maklumat Wakil Presiden

Atas usulan KNIP, dalam sidangnya pada tanggal 16-17 Oktober 1945 di Balai Muslimin, Jakarta jalan Kramat Raya Jakarta, Sidang dipimpin Kasman Singodimedjo. Soekarno tidak hadir, tapi Hatta hadir. Demikian pula sebagaian besar menteri hadir. Sidang hari pertama ini sangat gaduh tidak menentu. Nampaknya para pemuda-mahasiswa yang sudah tidak puas pada golongan tua yang membuat gaduh. Meskipun demikian sidang bisa mengambil keputusan guna meminta hak legislatif kepada presiden sebelum MPR dan DPR terbentuk. Rapat berkali-kali ditunda guna merumuskan apa yang diinginkan para hadirin. Karena keadaan masih tetap kacau, Kasman yang tidak dapat menguasai keadaan menyerahkan pimpinan sidang kepada Adam Malik sebagai wakil ketua III.

Menanggapi semua kejadian diatas, akhirnya pada hari itu juga selaku pimpinan pemerintah, Wakil Presiden Mohammad Hatta menerbitkan maklumat no X Tanggal 16 Oktober 1945. Isinya antara lain, yang bertanggung jawab kepada KNIP, yang dalam diktumnya berbunyi :

“Bahwa Komite Nasional Indonesia Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta pekerjaan Komine Nasional Indonesia Pusat sehari-hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Indonesia Pusat”

Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis –garis Besar Haluan Negara

Keesokannya, tanggal 17 Oktober 1945 sidang dilanjutkan, dipimpin Latuharhary. Acaranya, mendengarkan pidato Soekarni. Soekarni mengusulkan agar perjuangan RI menjadi lebih Revolusioner. Katanya: “KNIP harus mempunyai pimpinan yang yang bertanggung jawab dan birokrasi bertele-tele harus dihapuskan dari sistim kerja KNIP”. Sekalipun ada usaha dari Sartono dan Latuharhary untuk membela pimpinan KNIP lama (Kasman) dan membela pemerintah, namun sebagian besar anggota sidang setuju agar pimpinan KNIP lama mengundurkan diri dan diganti oleh orang baru.

Saat itulah nama Sjahrir dan Amir Sjarifudin disebut-sebut untuk menjadi pimpinan baru. Mereka dicari utusan KNIP dan diundang datang ke Balai Muslimin serta ditunjuk selaku formatur pada pembentukan Badan Pekerja (BP) KNIP. Itulah karir awal Sjahrir pasca Proklamasi dan merupakan pembuka jalan menuju kursi Perdana Menteri.

d. DPR dan Senat Republik Indonesia Serikat (1949-1950)

Sebagai konsekuensi diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), diadakan perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat. Perubahan ini dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sejarah KMB (Konferensi Meja Bundar) Konferensi Meja Bundar (KMB) dibuka secara resmi oleh PM. Belanda, W. Dress di Ridderzaal, Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus 1949. KMB adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sd 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia. Sebelum konferensi ini, berlangsung ada tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Roven (1949). Konferensi ini berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

Berikut ini adalah delegasi-delegasi yang menghadiri KMB:
a.       Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh.Hatta.
b.      Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II.
c.       Delegasi UNCI dihadiri oleh Chritchley, Merle Cochran, dan Heermans.
d.      Delegasi Belanda dipimpin oleh J.H. van Maarseveen.

Konferensi Meja Bundar
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia Internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan meliter Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik Indonesia. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan Keamanan, Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.

Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibukota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perundingan antara delegasi Republik dan Federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus 1949, Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya. Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja Bundar akan digelar di Den Haag.

Berikut ini adalah hasil persetujuan yang telah dicapai dalam KMB:
  1. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949
  2. Masalah Irian Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun sesudah pengakuan kedaulatan.
  3. Akan didirikan Uni Indonesia Belanda berdasarkan kerja sama.
  4. Pengembalian hak milik Belanda oleh RIS dari pemberian hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan
  5. RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya sejak tahun 1942


Perundingan Konferensi Meja Bundar menghasilkan sejumlah dokumen, di antaranya
  1. Piagam Kedaulatan
  2.  Statuta Persatuan,
  3.  Kesepakatan ekonomi
  4. Kesepakatan terkait urusan sosial dan militer
  5. Penarikan mundur tentara Belanda dalam waktu sesingkat-singkatnya,
  6. Republik Indonesia Serikat memberikan status bangsa paling disukai kepada Belanda.
  7. Tidak akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Belanda.
  8.  Republik bersedia mengambil alih kesepakatan dagang yang sebelumnya dirundingkan oleh Hindia Belanda

Perundingan mengenai utang luar negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda berlangsung berkepanjangan, dengan masing-masing pihak menyampaikan perhitungan mereka dan berpendapat mengenai apakah Indonesia Serikat mesti menanggung utang yang dibuat oleh Belanda setelah mereka menyerah kepada Jepang pada 1942.

Delegasi Indonesia terutama merasa marah karena harus membayar biaya yang menurut mereka digunakan oleh Belanda dalam tindakan militer terhadap Indonesia.Pada akhirnya, berkat intervensi anggota AS dalam komisi PBB untuk Indonesia, pihak Indonesia menyadari bahwa kesediaan membayar sebagian utang Belanda adalah harga yang harus dibayar demi memperoleh kedaulatan. Pada 24 Oktober, delegasi Indonesia setuju untuk menanggung sekitar 4,3 miliar gulden utang pemerintah Hindia Belanda.

Permasalahan mengenai Papua Barat juga hampir menyebabkan pembicaraan menjadi buntu.Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Indonesia harus meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Di pihak lain, Belanda menolak karena mengklaim bahwa Papua Barat tidak memiliki ikatan etnik dengan wilayah Indonesia lainnya. Meskipun opini publik Belanda yang mendukung penyerahan Papua Barat kepada Indonesia, kabinet Belanda khawatir tidak akan dapat meratifikasi Perjanjian Meja Bundar jika poin ini disepakati. Pada akhirnya, pada awal 1 November 1949 suatu kesepakatan diperoleh, status Papua Barat akan ditentukan melalui perundingan antara Indonesia Serikat dengan Belanda dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan.

Untuk menindaklanjuti hasil KMB maka tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik sebagai presiden RIS dan pada tanggal 17 Desember 1949 diambil sumpahnya. Pada tanggal 20 Desember 1949, Presiden Soekarno membentuk kabinet RIS yang dipimpin oleh Drs. Moh.Hatta sebagai perdana menterinya.

PENGAKUAN KEDAULATAN

Sesuai hasil KMB, pada tanggal 27 Desember 1949 diadakan upacara pengakuan kedaulatan dari Pemerintah Belanda kepada Pemerintah RIS.Upacara pengakuan kedaulatan dilakukan di dua tempat, Yaitu Den Haag dan Jogyakarta secara bersamaan, Dalam acara penandatanganan pengakuan kedaulatan di Den Haag, Ratu Yuliana bertindak sebagai wakil Negeri Belanda dan Drs.Moh. Hatta sebagai wakil Indonesia, Sedangkan dalam upacara pengakuan kedaulatan yang dilakukan di Yogyakarta, pihak Belanda diwakili oleh Mr Lovink ( Wakil tertinggi pemerintah Belanda) dan pihak Indonesia diwakili Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dengan pengakuan kedaulatan itu berakhirlah kekuasaan Belanda atas Indonesia dan berdirilah Negara Indonesia Serikat.Sehari setelah pengakuan kedaulatan, Ibukota Negara pindah dari Yogyakarta ke Jakarta.Kemudian dilangsungkan upacara penurunan bendera Belanda dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera Indonesia.(SS/PN) P Istimewa


Sumber:http://parlemennews.co.id/mozaik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar